Gue
rasanya kehilangan banyak sahabat tahun ini. Bukan karena musuhan atau hal
buruk lainnya loh. Tapi lebih karena kesibukan dan keterbatasan waktu. Kita
tetap berhubungan tapi hanya kadang-kadang. Dan bila seandainya ketemuan pun,
hampir tidak pernah lengkap personilnya. Padahal dulu kayaknya tiap weekend
bisa maen bareng. Sekarang mana pernah. Kesadaran akan kebutuhan sahabat ini
bukan karena pengalaman pribadi. Tapi justru karena pengalaman sahabat gue,
yang gue terjemahkan menjadi pelajaran berharga.
Gue biasanya ngga peduli kalo harus sendirian di rumah malem minggu berteman laptop dan dvd. Tapi suatu hari gue tau kalo temen gue putus dari ceweknya setelah beberapa tahun pacaran dan sedang melewati masa yang amat sulit. Saking sulitnya, gue sampe harus denger cerita-cerita negatif tentang bagaimana dia menghadapi stressnya. Lambat laun gue tau, rupanya yang dibutuhkan adalah sahabat-sahabatnya menemani di masa-masa sulit itu. Entah untuk sekedar minum bir, ngopi, cerita soal macem-macem mulai dari cewek-cewek dengan kelakuan aneh ala ABG sampai soal kerjaan yang serba rumit dan kompleks. Hal ini membuat gue berfikir ulang mengenai apa artinya persahabatan dan kebutuhan kita akan sahabat-sahabat kita. Dulu kita selalu berada saling dekat. Sekarang karena “sok sibuk” kita lupa bahwa mereka adalah problem solver terbaik yang pernah ada. Kadang kita sudah tau solusinya apa sih. Cuman biasanya kita perlu diyakinkan dengan kalimat “bisalah, gue yakin lo bisa”. Dan kalimat itu beda loh impactnya kalo diucapkan sama seorang sahabat dan sama teman biasa.
(Baca selanjutnya...)
No comments:
Post a Comment